Selamat datang di Blog yang sederhana ini. Mari Share tentang dunia Adventure :)
Semoga Bermanfaat ! :)

Janji kepada Sang Fajar di bawah Sinar Rembulan

>> Rabu, 30 November 2011




Suatu cerita indah tentang persahabatan antara kami dan alam. Aku adalah Ranu beserta ketiga sahabatku Fitri yang biasa kupanggil Pity, Ina dan Ardi. kami adalah seorang anggota sebuah organisasi Ekskul Pecinta Alam. Walaupun sekolah kami berbeda tetapi berkat Ekskul ini kami tetap bisa menjalin persahabatan kami. Dengan cara yang berbeda kami menghabiskan liburan Sekolah kami, yaitu dengan mendaki gunung.
Tepat pada suatu malam dimana dimalam itu ada fenomena supermoon. Saat itu jarak bulan dan bumi begitu dekat, jadi bulan terlihat sangat jelas dan besar. Apalagi dilihat dari puncak gunung. Malam itu bertepatan hari sabtu malam minggu, tepat sekali kami memilih hari itu. Gunung yang kami pilih adalah gunung yang tidak terlalu tinggi dekat kota kami, Gunung Penanggungan. Hanya butuh waktu dua hari satu malam kami bisa puas merasakan keindahan Alam yang sempurna yang diciptakan oleh Yang Maha Sempurna.
“Hhh,, Berapa jauh lagi Ar?”. Tanya Pity dengan nafas terenggah-enggah.
“Sabar Pit, tinggal dua tikungan lagi kok”. Jawab Ardi dengan nada tersenyum nyengir.
“Yeee, dari tadi ditanya jawabnya sama mulu sih”. Sahut Pity.
“Bener kan tinggal dua tikungan, Kiri dan Kanan ! hahaha”. Sahutku dengan tertawa nyengir.
“Ihhh, dasar Ardi, awas lu, ntar kalo nyampe puncak bayangan lu ga boleh tidur di tenda. Diluar aja yah.” Jawab Ina.
Aku dan Ardi sebelumnya sudah pernah mendaki di Gunung ini karena kami satu sekolahan dan masih dalam satu organisasi yang sama. Sedangkan Ina dan Pity lain sekolah dari kami, tetapi kami sering berkumpul bersama saat latihan bersama.
Kami mendaki hanya berempat. Ardi adalah satu-satunya lelaki diantara kami, Ia lah yang membawa tas carrier yang paling berat. Dan kami mempercayainya sebagai ketua tim dalam pendakian ini. Kami mendaki Gunung penanggungan pada malam hari, berjalan dibawah sinar rembulan sangatlah tenang dan kami suka itu. Mendaki dari pos perijinan ke puncak bayangan hanya diperlukan waktu 4 jam. Itu sudah standart, kalau ngebut hanya 2 jam saja sudah sampai. Maklum, Gunung ini tergolong gunung yang tak begitu tinggi hanya dengan ketinggian puncak 1683 mdpl, tetapi dengan medan yang cukup berat.
Bersahabat dengan alam bagiku adalah suatu hal yang sangat berharga. Dari sini aku bisa mengerti dan mengetahui bahwa aku ini adalah sebagian kecil makhluk yang diciptakan oleh-Nya. Dengan begini aku bisa meningkatkan rasa syukurku kepada Yang Maha Sempurna. Begitu juga dengan sahabat-sahabatku, mereka merasakan hal yang sama denganku.
Disela perjalanan yang terus menanjak dan serasa tak berujung itu, kami terus berjalan hanya ditemani dengan cahaya dari lampu senter yang kami bawa. Dengan medan yang begitu menanjak, beberapa kali kami melepas lelah dengan beristirahat sejenak dengan menikmati suasana alam yang ada.
“Berhenti dulu yuk, kakiku mau kram nih.” Teriak Ina.
“Okee, sebentar saja yah. Jangan lama-lama, selonjorkan kaki kamu biar gak kram.” Jawab Ardi.
“Berhenti sebentar, Bernafas dulu Ar”. Sahutku
“eh, berarti dari tadi kamu gak nafas tho, hiiiii, serem”. Jawab Ardi.
Dalam situasi yang cukup lelah, masih saja Ia bisa bercanda. Dengan candaan-candaan inilah semua lelah cepat terhapus, ditambah dengan pemandangan yang tak asing lagi diatas kepala kami. Bulan yang cukup terang ditemani berjuta bintng dilangit. Subhanallah.
“eh, sebentar. Ini bintangnya yang berjalan apa kepalaku yang pusing ini?”. Celetuk Pity.
“Hahahaha. Bintangnya mau jatuh ke kepala kamu kali pit?” . kami bertiga tertawa mendengar keluh Pity yang begitu Konyol.
“Ayo, sudahkah? , Lanjut lagi yukk, di atas sana bulan sudah menunggu”. Ajakku.

***
Setelah 3 jam kami berjalan, akhirnya terdengar banyak suara orang lain yang begitu ramai di dekat kami. Yah, mereka para pendaki lain dari berbagai daerah.
“Ayo Gilrs, di depan itu sudah puncak bayangan. Kita bangun tenda disitu, pagi-pagi besok kita muncak”. Teriak Ardi dengan semangatnya.
“Yang bener kamu Ar, jangan bohong lagi loh!”. Sahut Ina dengan nafas yang terenggah-enggah.
“Iya nih, kaga bohong kalau kali ini”. Jawab Ardi
Dengan semangatnya kami segera menyusul Ardi yang sudah dekat dengan Puncak Bayangan.
“Ayo Pit, semangat. Kramnya ditahan dulu sampai puncak bayangan”. Teriakku kepada Pity yang dari tadi mengeluh kakinya mau kram.
“Iya Ran, sebentar”. Teriak samar suara Pity.
***
Akhirnya pukul 10 malam sampailah kami di puncak bayangan. Sebuah pemandangan yang sangat luar biasa berada di ketinggian. Pemandangan dibawah, lampu rumah warga bekelip-kelip, begitu juga seperti diatas. Subhanallah.
“Alhamdulillah, kita sampai “. Ucapku.
“Ayo Ladies segera bangun tenda dan masak, siapkan makanan yang enak buat tuan Raja”. Sahut Ardi dengan nada tersenyum nyengir.
“Eh, enak saja kalo ngomong. Sang Raja bangun tenda dulu, baru nanti dimasakin menu yang amat sangat spesial”. Tambah Ina.
Dengan keadaan yang cukup lelah, masih saja sempat kami bercanda ria. Yah kesenangan kami sampai dipuncak bayangan. Tempat kami beristiahat yang selanjutnya besok bagi dilanjut menuju Puncak Penanggungan menunggu Sunrise. Kami segera melakukan sholat isya’ dan segera membangun membangun tenda kemudian makan dan beristirahat. Dengan logistik seadanya Aku dan Pity memasak Mie instant dan kopi hangat yang selalu menjadi menu andalan. Selain cepat saji, setidaknya makanan ini dapat mengganjal perut dan menghangatkan badan. Sementara Ardi dan Ina membangun tenda.
“Ayo semua barang masukin tenda dulu, matras keluarkan dari tas kalian”. Suruh Ardi yang sudah berhasil mendirikan tenda kami.
“Oke tuan Raja.” Jawabku dengan nada bercanda.
Semua sudah tertata dengan rapi, saatnya makan. Dengan perjalanan yang begitu menanjak ternyata cukup menguras banyak tenaga kami. Kami berempat segera makan masakan yang seadanya.
Setelah kenyang makan malam, kami berempat tak segera tidur. Bukannya tak bisa tidur, tetapi sangat lah sayang sekali kalau tidur dalam tenda. Bintang dan bulan berada di atas kami. Fenomena supermoon akan terjadi 30 menit lagi. Tetapi cahaya Bulan diatas kami cukup sangat terang. Kami berempat dengan sabar menunggu.
“Besok pagi kita muncak jam berapa?” Tanyaku kepada Ardi.
“setelah sholat subuh aja, nanti kita bisa menunggu Sunrise disana”. Jawab Ardi
“Aku ingin bertemu dengan Sang Fajar di puncak kelak”. Tambah Pity.
“Aku Juga. HARUSS !!” Tambah Ina yang dari tadi Hipotermia dengan suhu dingin yang cukup membuat gigi-giginya gemertak.
“Okeh kawan, kita berempat harus bisa sampai Puncak dan bertemu Sunrise. Semoga saja tidak ada kabut”. Jawab Ardi.
Dibawah sinar rembulan ini dengan serentak kami semua semangat dan berjanji bersama menuju puncak gunung ini dan bertemu dengan Sang Fajar. fenomena suoermoon sudah mulai terlihat. Cahaya bulan semakin terang dan bentuk bulan juga semakin besar.
“Subhanallah.. “ serentak kami berempat.
***
Dibawah sinar rembulan, dengan berselimutkan kabut, kami tertidur pulas dengan sleeping bag yang kami pakai. Tetapi suhu dingin masih menembus. Ina tidur di dalam tenda, Ia Hipotermia, tidak kuat dengan suhu diluar.
***


“Tiiiiiiitt.tiiiitt.tiiiittt” suara alarm dari HP Ardi terdengar cukup keras, sehingga membangunkan kami semua. Waktu menunjukkan pukul 04.00 pagi. Sesegera kami bangun dan melaksanakan sholat subuh. Setelah sholat subuh, kami memasak untuk bekal menuju puncak.
“Perjalanan ke puncak kira-kira berapa Jam Ar?” tanya Pity ke Ardi.
“Halah, deket kok hanya 1 jam saja, kalau ngebut sih”. Sahut Ardi.
Dibelakang kami sudah terlihat jelas puncak Gunung Penanggungan menambah semangat kami untuk segera bertemu Sang Fajar.
Selesai memasak kami segera menyiapkan segala hal yang kami butuhkan untuk ke puncak. Tenda kami tinggal di puncak bayangan ini, kami ke puncak hanya berbekal makanan dan minuman seadanya.
“Jangan lupa Kamera Pit.” Teriak Ina.
“Ok In, tenang saja.” Jawab Pity.
“Siap Guys ?”. sahut Ardi
“SIAP!!” serentak kami bertiga.
“Sebelum kita menuju puncak, kita berdo’a terlebih dahulu untuk keselamatan kita. Berdo’a Mulai”. Ardi memimpin Do’a.
Pejalanan menuju puncak tak segamapang yang dipikirkan. Dengan kemiringan 45o kami mendaki menuju puncak. Disela perjalanan kami disuguhi pemandangan yang luar biasa. Masih pukul 04.20, bintang masih terlihat sangat terang.
“Jam 05.00 harus sampai puncak yah teman”. Teriak Ardi.
“Iyaa, Haruss!” Teriakku.
Disela perjalanan kami meuju puncak kabut dingin dan tebal mulai datang. Kami berempat behenti sejenak di dekat bebatuan besar dan menunggu kabut reda Tetapi tak kunjung reda. Suhu semakin dingin, Ina kembali hipotermia, giginya gemertak menahan dingin yang dirasakan tubuhnya. Dengan penuh jiwa pahlawan Ardi melepaskan jaketnya dan segera memakaikan ke Ina. Tetapi Ina masih merasa kedinginan. Segera aku memberikan jaketku dan memberinya coklat hangat yang aku bawa dalam termosku. Menahan dingin tubuhku sendiri demi sahabatku. Tak apalah. Demi sahabat.
“In, kalo ngga kuat kita balik ke tenda aja yuk.” Ajakku.
“Tidak Ran, sayang kalau kita kembali, kita udah separuh perjalanan”. Sahut Ina.
“tapi keadaanmu In, aku tak tega, suhu semakin dingin.”
“Nggak apa-apa, Kita sudah janji kepada sang fajar, kita akan menemuinya di punck bersama”. Dengan semangat Ina sangat ingin menuju puncak.
Sementara itu, Ardi dan Pity masih diam termengu dengan berdo’a memohon keselamatan.
Beberapa menit kami beristirahat, kabut sudah agak mereda. Sudah terlihat agak terang. Kami melanjutkan perjalanan ke Puncak. Aku dengan sabar menuntun Ina yang berbalut jaket tebal.
“Ayo, semangat Guyss, diatas sana kita sudah ditunggu sang Fajar”. Teriak Ardi. Ia selalu menyemangati kami dalam pendakian ini.
“Ayoo,, sebentar lagi kita sampai”. Bisikku kepada Ina.
Pukul 05.28 pagi Akhirnya kami sampai di puncak Gunung penanggungan. Tak terlambat kami menunggu sang Fajar , ia sudah mulai menampakkan cahaya orange kemerahan dari timur.
“Alhamdulillah kita sampai teman”. Teriak Pity.
“Subhanallah, “ Ina menangis bahagia karena ia bisa sampai di puncak dan bisa menepati janji bersama yang telah kami ucapkan dibawah sinar bulan semalam.
Kami berempat berpelukan dengan erat. Saat sunrise telah tiba, kami duduk berjajar di puncak gunung ini menghadap arah datngnya sunrise dan saling berpegang pundak. Tak henti-henti kami mengucapkan kalimat yang sama “Subhanallah, Maha Suci Allah yang telah meciptakan ini semua”.
Kami senang Cahaya matahai mulai muncul dan menghangatkan tubuh kami. Kami makan bekal yang kami bawa dari puncak bayangan tadi. Tak lupa mengabadikan moment yang sangat berharga ini, kami berempat berfoto-foto ria dengan pemndangan yang luar biasa ini.
Setelah cukup puas menikmati Semuanya. Kami semua kembali ke puncak bayangan dan segera packing untuk pulang.
“Terimakasih Teman, aku bisa sampai puncak karena kalian”. Ucap Ina.
“Sama-sama. Inilah yang namanya Sahabat”. Jawab Ardi.
***
Dibawah sinar rembulan kami berjanji kepada sang fajar. Kami bisa sampai puncak karena bersama. Karena kami bersahabat dengan alam.

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

About This Blog

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP