Selamat datang di Blog yang sederhana ini. Mari Share tentang dunia Adventure :)
Semoga Bermanfaat ! :)

Euforia Musim Hujan

>> Rabu, 16 November 2011

Cerpen ini karya asli saya. Sebelumnya udah diterbitkan di Koran Harian Jawa Pos "For Her" pada tanggal 27 Oktober 2011 kemarin. Cerpen ini menceritakan masa kecil saya yang sangat suka saat-saat hujan akan turun. banyak kejadian unik dan lucu yang masih sangat jelas saya ingat sampai sekarang. Euforia Musim Hujan mengingatkanku segalanya :)


Euforia Musim Hujan

Aku termangu didepan jendela kamar tidurku. Melihat rintik hujan yang mulai membasahi tanah yang kering. Bulan september adalah awal musim hujan yang sempurna. Ditengah suara hujan yang begitu riuh, samar terdengar suara bocah-bocah kecil yang begitu ramai. Yah, suara yang begitu ceria. Mereka tak takut akan guyuran hujan yang begitu deras. Makin deras hujan,makin ramai mereka. Seakan hujan adalah sahabat mereka.
Euforia musim hujan. Mengingatkanku pada masa kecilku yang begitu bahagia ketika hujan turun. Sebahagia bocah-bocah itu. Bagiku hujan adalah anugerah yang paling indah yang diciptakan oleh Tuhan. Saat itu aku berusia 8 tahun. Bulan september adalah bulan yang paling ditunggu oleh aku dan teman-temanku. Namaku Renata tapi teman-temanku biasa memanggilku Tata. Aku dilahirkan dan dibesarkan disebuah Desa kecil yang begitu asri. Bersama teman-temanku Lilin, Erma, Mega, Faris, Yudi, dan Adi. Kami adalah sahabat kecil yang selalu bermain bersama. Maklum rumah kami berdekatan. Faris, Mega dan Yudi adalah saudara,Begitu pula Anis dan Adi. Hanya aku dan Lilinlah anak tunggal.

Musim yang paling kami tunggu-tunggu adalah musim hujan. Seperti saat ini. Kala awan hitam berkumpul menggulung membentuk sebuah mendung, kami semua sudah siap berlari keluar rumah. Tapi suara ibu menghambat waktu yang paling kami tunggu-tunggu yaitu saat awan hitam siap menangiskan air hujannya. “Bantu masukkan jemuran dahulu baru main” teriak ibuku. Sontak aku berlari mengambil jemuran yang masih setengah kering itu. “Ibu, jemurannya sudah aku masukkan. aku ke tegal ya bu?” . “Iya, hatu-hati jangan bermain di empang”. Jawab ibu. Tegal sebutan ladang disamping rumah Mega. Dipojok ladang itu ada sebuah pohon Mangga. Satu-satunya pohon tempat markas kami. tempat kami bertengger.
Tepat waktu, selesai memasukkan jemuran awan hitam yang kami tunggu masih belum meneteskan air sama sekali. Inilah yang paling kami tunggu-tunggu, riuh riang dimulai saat kami memanggil hujan “Hujanlah yang deras, menyamballah yang pedas” itulah mantra pemanggil hujan kami . tak tahu mantra dari mana. Setahuku itulah yang selalu diteriakkan saat hujan akan datang. Lambat laun awan hitam itu memuntahkan air matanya. Air hujan yang begitu deras. Kami berteriak kegirangan.
“yeyeye... Hujan yang deras,Sambal palin pedas” . Teriak Faris.
Fairis adalah boca yang paling tua diantara kami dan Yudilah yang paling kecil.
“Ayo ambil pelepah pisang” teriak Mega.
“Ayo, nanti kita lomba seluncuran ya” sahutku.
“Oke, siapa takut”. Tanggap Yudi.
Hujan pertama ini sangat bersahabat. Tak ada angin, tak ada petir. Sungguh seperti yang kami inginkan. Anis , Lilin, dan Adi datang membawa pelepah pisang . Kami siap berlomba. Aku dengan Yudi,Anis dengan Lilin,Adi dengan Mega. Faris yang paling tua jadi jurinya. Bermain seluncur pelepah pisang adlah permainan yang paling favorit kami mainkan disaat musim hujan seperti ini. satu orang meniaki pelepah pisang dan yang satunya lagi menariknya. Kami bermain ini di atas Tegal yang penuh dengan rumput.
“Siap..” teriak sang Juri
“Okee...” sontak kami yang berlomba berteriak.
“1...2...3... Go..!!”
Semua berlari. Aku menyeret Yudi yang kecil,Adi menyeret Mega,Anis menyeret Lilin. Di bawah guyuran hujan yang begitu deras kami berlomba ddan berteriak dengan riuhnya.
“Ayoo....lari cepattt” teriak faris.
Tak jarang kami terguling di atas rumput yang penuh dengan genangan air. Kami sangat senang walaupun perlombaan sederhana tak ada hadiah, kami begitu senang.

Tak hanya itu euforia musim hujan yang paling berkesan. Aku ingat dulu mengaji disore hari saat hujan turun tak bersahabat. Aku pulang mengaji bersama Lilin. Saat itu kami berdua melewati jalan dekat tanah lapang di belakang Rumah Anis. Saat itu hujan turun bersama angin kencang. Kami berdua hanya membawa satu payung. Saat itulah kejadian konyol terjadi. Payung kami terbalik tertiup angin. Seolah tak punya rasa takut kami berdua tertawa melihat payung yang sudah tak berbentuk payung lagi. Tak habis pikir, kami berdua berlari pulang kerumah tanpa payung . membiarkan air hujan membasahi tubuh kami. Sesampai dirumah Ibupun marah-marah melihat baju dan Iqro’ku basah oleh air hujan.
Sungguh Hujan memberikan seglanya. Memberikan kebahagiaan kepada bocah-bocah kecil yang sangat senang akan hujan.
Dahulu hal yang paling kami tunggu adalah ketika hujan tak begitu deras di selingi dengan sinar matahari. Kami tahu kalau itu saat Pelangi menampakkan diri.
“Ta.. kamu tahu tidak? Kata Faris dengan wajah yang sangat serius.
“Apa Ris?” sahutku dengan wajah yang penasaran.
“Kalu hujan di selingi dengan adanya sinar Matahari itu tandanya Kuntilanak lagi beranak?”
“Hah?.. masak iya?” jawabku tak percaya.
Mitos yang bekembang yang sangat mudah dipercaya oleh anak-anak kecil. Fenomena pelangi adalah fenomena yang sangat unik, biasanya disangkut pautkan dengan mitos yang aneh-aneh seperti Bidadari mandi di sungai,Hantu lagi melahirkan dan sebagainya. Anak kecil yang begitu polos sangat mudah mempercayainya.
Fenomena datangnya Pelangi sangat kami tunggu-tunggu. Saat itu kami siap menunggu datanggya Pelangi dengan bertengger di pohon mangga di pojok Tegal samping rumah Mega. Kami memanjat pohon magga itu. Aku di dahan mangga yang berbentuk huruf “Y”. Di atasku ada Mega, Lilin di dahan paling bawah dekat dengan tanah. Ia takut ketinggian tetapi karena semangat teman-teman,ia berani naik walaupun itu di dahan paling rendah. Adi,Anis, dan Yudi bertengger berjajar di dahan paling besar sambungan dari dah yang berbebtuk huruf “Y” tepat diatasku. Faris sang ketua suku kami bertengger di dahan yang paling atas. Dia paling berani memanjat tak peduli setinggi apa pohon itu. Detik-detik pelangia akan datang ditandai dengan adanya cahaya merah bergaris lengkung disebelah Barat. Kami semua berteriak dengan gembira.
“Pelangi keluar dari singgasana” teriak Faris.
“Mejikuhibiniu..Mejikuhibiniu..Mejikuhibiniu..” gerutu Adi yang menghafalkan warna-warna pelangi.
“Hey sobat.. Lihat bangau lagi bermigrasi”. Teriak Lilin.
Keindahan pelangi begitu sempurna di tambah lewatnya sekelompok burung bangau. Kami senang tak terhingga. Aku hanya bisa terdiam kagum atas semua kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
“Subhanallah...” .Teriakku.
Tuhan sangat sempurna. Betapa besar kuasanya. Ia telah menciptakan Hujan dan menerbitkan Pelangi .
Kebahagiaan kami berakhir kala pelangi hilang. Hari semakin sore tetapi kami semua masih asyik bertengger di pohon mangga tempat markas kami. Hingga salah satu dari orang tua kami memanggil, baru kami semua pulang. Saat itu Ibuku berteriak kencang dengan sapu ditangannya yang siap menakutiku agar aku pulang.
“Renata.... Pulang atau sapu ini melayang !!” Teriak ibuku.
“Iya Bu...” .Teriakku ketakutan . Kami semua turun dari pohon mangga dengan tergopoh-gopoh. Pulang dengan tawa kegembiraan. Walaupun Ibuku sempat menakuti kami semua.


Euforia musim Hujan masa kecil yang sangat bahagia. Tetapi sekarang. Semua sudah dewasa. Mereke sibuk dengan kehidupannya sendiri. Aku yang sibuk dengan sekolahku, Faris merantau ke Kalimantan, Mega,Anis,dan Lilin yang bekerja di sebuah perusahaan, Adi dan Yudi yang tinggal dan berguru di sebuah pondok diluar Kota. Kami semua tak pernah bertemu. Hanya sesekali saja. Tegal tempat kami bermain dulu sudah dijadikan lahan industri. Pohon mangga dengan dahn huruf “Y” satu-satunya markas kami pun sudah tak ada.
Sebuah kisah masa kecil yang sangat bahagia. Sangat berkesan dan tak akan terlupakan. Euforia Musim hujan mengingatkanku segalanya.

“Drtttt..drttt..drttt...” terdengar suara getar HandPhoneku . kulihat ada SMS dari Nanda teman sebangkuku.

Klwar yuk, maen keHumz Indah.
Skalian Ngerjaen tugas Kim.
Isi pesan tersebut. Nanda mengajakku main kerumah Indah. Saat itu hujan masih lumayan deras, tetapi tak sederas tadi. Riuh riang bocah kecilpun sudah tak ada. Bagiku ini adalah kesempatan emas untuk berhujan-hujan. Tanpa banyak pikir aku langsung berangkat keluar dengan sepedah motorku. Tanpa memakai Jas Hujan aku meluncur ke rumah Nanda. Begitu senangnya hatiku sesenang bocah-bocah kecil tadi . Euforia Musim Hujan kuulangi lagi .

0 komentar:

About This Blog

Lorem Ipsum

About This Blog

  © Blogger templates Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP